Minggu, 21 September 2014

Ada Hikmah DIsetiap Peristiwa


"Aku ingin jadi anak berbakti"

Mungkin itulah yang aku maksud dengan apa yang aku lakukan semua ini.

Namaku C,aku dilahirkan dari keluarga yang amat sederhana dikota S jawa tengah.

Aku ceritakan langsung kisahku keintinya saja.
Semoga dengan ceritaku ini kita semakin dekat dan paham tentang hidup yang kita alami.

Aku selalu memenuhi semua keinginan orangtuaku karena itu caraku berbakti dengan orang tua yang penting tidak menyuruhku berbuat maksiat dan sirik.

Hingga perjodohan yang dilakukan oleh ibuku terpaksa aku iyakan walaupun sejujur-jujurnya didalam hati aku menolak mentah mentah.
Karena lelaki yang bakal menjadi imamku bukanlah lelaki yang baik menurut pandangku,karena dia jauh dari ajaran agamaku yaitu Islam.
Tapi ibu selalu meyakinkanku bahwa pilihannya tidak salah,dia kaya,tampan intinya ibu menikahkan aku dengannya karena harta.

Singkat cerita pernikahan terjadi.
Sangat mewah dan sejak saat itu aku resmi jd istrinya.

Dan apa yang aku takutkan jadi kenyataan,suamiku bukanlah imam yang bertanggungjawab.
Aku disiksa dan diperlakukan bak pembantu.Tidak ada harganya sama sekali
diriku dimata suamiku dan keluarga besarnya.
Hinaan cacian dan tamparan makananku sehari hari.
Tapi aku coba ikhlas dengan apa yang terjadi.
Aku simpan rapat rapat semua ini.
Aku berusaha tersenyum kepada siapapun dan berpura pura tidak terjadi apa apa dengan rumah tanggaku.

Aku punya iman,aku punya Tuhan dimana disetiap sujudku aku memohon perlindungan padaNya.
Dan aku percaya Allah tidak tuli,Allah tidak buta dan akan mendengarkan jeritan hambaNya yang teraniaya.

Tak terasa 5 tahun sudah usia pernikahanku,
5 tahun sudah aku hidup dalam kenestapaan.
Hingga tuntutan untuk memiliki keturunan diajukan padaku.
Ya 5 tahun sudah aku menikah tapi belum ada tanda tanda aku hamil.
Ini semakin memojokan diriku dengan sebutan mandul.
Astofirullah...
Aku menangis dengan kata kata yang dihujamkan kepadaku....

Karena 5 tahun aku tak juga hamil merekapun memberikan ramuan ramuan yang aku tak tahu namanya.
Yang tiap hari harus aku minum.

Oh ya walau suamiku dan kelurga besarnya amat kaya tapi mereka amat perhitungan dengan uang.
Selama aku menikah suamiku tak pernah memberikan nafkah lahir semua yang mencukupi kebutuhan hidup sehari hari untuk sekedar mengepulkan asap dapur aku jualan sayur keliling kampung.
Untunglah aku sejak kecil sudah terbiasa hidup mandiri jadi aku tidak terlaku kaget dengan keadaanku selah menikah mencari nafkah sendiri.

Hinaan dan makian sudah menjadi makananku sehari hari hingga rasa rasanya aku sudah kebal dengan kata kata yang keluar dari mulut suamiku.
Tapi aku tidak ada niat untuk melawat tak ada niat untuk membangkang,karena aku benar benar tulus ingin mengabdi padanya.

Masih aku ingat pesan kiyai guruku mengaji waktu kecil dulu

"BILA ENGKAU BELUM MENIKAH MAKA AYAHMULAH YANG BERHAK MENGHALALKANMU TAPI BILA ENGKAU TELAH MENIKAH MAKA SUAMIMULAH YANG BERHAK MENGHALALKANMU"

Itulah pesan dari pak kiyai guruku ngaji dulu yang sampai sekarang alhamdulillah masih aku pegang.
Usia pernikahanku telah memasuki tahun ke 6 tapi tanda kehamilan juga belum ada.
Mendapati hal ini sikap suamiku dan mertua semakin tak berperasaan padaku.

Disuatu hari aku diusirnya dari rumah itu oleh mertuaku didepan mata suamiku.
Baju bajuku yang memang tak pantas dipakai lagi alias jadi gombal diterbangkan kepelataran rumah.
Mereka bilang terutama ibu mertuaku jijik melihatku.
Suamiku hanya diam mematung seakan membiarkan aku dalam derita dan nestapa.

Ya suamiku hanya diam,tidak mengatakan iya atau tidak hanya tatapan matanya yang memancarkan keanehan dan aku hanya bisa menangis dan menangis.

Entah sudah berapa jam aku meringkuk dipelataran rumah.
Hujan mengguyur tubuhku yang kurus kering.
Aku mengiba pada suami dan mertuaku untuk mengizinkan aku tetap mengabdi dan tinggal dirumah itu.
Karena aku telah berjanji pada diriku sendiri,pada ibu bahwa apapun yang terjadi aku akan tetap mengabdi pada suamiku.

Halilintar mengelegar seakan mengiringi tetesan airmataku yang membasahi pipiku,dan malam semakin larut tapi aku tetap bersimpuh dipelataran mengharap tangan tangan mereka merengguhku.
Tak hentinya bibir ini melafalkan asma asma Allah..
Akirnya Allah mendengarkan doa doaku,
Suamiku membukakan pintu untukku dengan triakkan yang amat keras.
Ya triakkan yang pantas ditunjukan untuk maling yang ketahuan mencuri. Tapi sekali lagi aku bersyukur masih diberi kesempatan untuk menginjakkan kaki dirumah itu dan tentunya mengabdi pada suamiku.
Walaupun waktu telah menunjukan jam 3 dini hari.

Aku bergegas masuk kedalam rumah tak lupa pula aku ucapkan salam dan mencium tangan suamiku.
Tapi suamiku tak meresponnya,dia dingin bagai salju.

Itulah sekilas laraku dalam rumah atau istana pengabdianku pada suami.
Sejujurnya masih banyak dan mungkin tak terhitung tapi sudahlah aku tak mau mengumbar semua ini.
Karena bagaimanapun juga ini adalah aib suami dan aibku juga.

Disuatu hari entah hari apa aku lupa tapi yang aku ingat waktu itu bulan januari(maaf tak aku sebutkan tahunnya).
Aku mendapati banyak tetangga berdatangan dirumah mertuaku karena aku masih menjalankan aktifitasku dari jualan sayur keliling.
Rupanya mertuaku(ibu mertuaku) pingsan,
Dan dianoksa Dr dia mengalami kelumpuhan pada kedua kaki stroge.
Dan sejak saat itu aku merawat mertuaku.
Aku ikhlas merawat beliau tapi walaupun mertuaku lumpuh tabiatnya tak juga berkurang.

Dia slalu marah dan marah tak ada hal yang benar dimatanya.
Bahkan dia masih kuat menampar pipiku saat aku teledor dalam memberikan makan untuknya.
Ya aku memang salah terlalu banyak memberi garam pada buburnya walaupun menurutku bubur yang aku masak buat mertuaku cukupan.

Aku memohon maaf atas keteledoran tersebut tapi ibu mertuaku seakan masa bodoh.
Setelah puas menampar pipiku beliau membanting mangkok bubur otomatis tumpahlah semua isinya.

Aku menjerit kepanasan karena sebagian dari bubur tersebut menumpahi pahaku.
Namun lagi lagi mertuaku tak peduli malah tambahan makian yang aku terima.

Sudah 3 bulan aku merawat mertuaku dan selama itupula aku jadi bulan bulanan kemarahannya.
Hingga suatu hari mertuaku dan suamiku memanggilku.

Hatiku gelisah resah tak menentu.
Ada apa gerangan.?
Karena tak biasanya mereka berbarengan memanggilku.

Akirnya pertanyaanku terjawab juga.
Mereka mempertanyakan kapan aku bisa memberikan anak. Anak buat suamiku dan cucuk buat mertuaku.

Aku hanya bisa diam dan membisu saat cercaan cercaan mereka menampar ketenangan hatiku.

Yang membuat aku kaget notice dari mertuaku,bila dalam kurun waktu 1 tahun kedepan aku tak juga hamil maka aku harus keluar dari rumah ini.

Aku hanya mampu mengatakan iya walau aku sendiri tidak tahu apa arti dari jawabanku.

Apakah aku hanya mengigau dalam ketakutan atau hal lain?.

Aku benar benar bodoh.
Kenapa aku mendahului kehendak Allah?
Bukankah kapan kita punya anak,kapan kita melahirkan dan kapan kita mati adalah rahasiaNya.

Ada rasa penyesalan atas jawabanku tadi.
Tapi sekali lagi aku tak berdaya tak kuasa dan aku pasrah.

Malam itu....
Aku tak bisa tidur,entah berapa puluh kali aku balikkan tubuh ini kekanan dan kekiri.
Tak sedikitpun mataku dapat aku pejamkan.
Pikiranku menerawang tak tau juntrungnya.
Dan hatiku diliputi rasa ketakutan.
Ya aku takut bila dalam jangka yang telah diberikan mertuaku untuk hamil tapi aku tak hamil juga.

Apa yang akan trjadi padaku?
Apakah aku harus keluar dari pengabdian ini?
Dari rumah ini?
Hunjaman pertanyaan menancap didada tapi semua tak dapat trjawabkan.

Aku cupit tanganku,terasa sakit,dan rasa sakit ini seakan membangunkanku dari mimpi mimpi pertanyaanku tadi.
Bukankah ada Allah?
Ada kebesaranNya?
Kenapa aku mesti takut menghadapi ketentuanNya yang tentunya terbaik buat hambaNya?

Aku lirik suamiku yang tidur dengan pulasnya.
Dengkurannya mampu memecah keheningan dimalam itu.

Aku lirik jam weker tua yang setiap malam meneriaki aku untuk membangunkan ku dalam selimut malam.

Waktu telah menunjukan jam 1 dini hari
Cepat cepat aku ambil air wudhu.
Aku siram wajah kecemasan ini dengan sholat tahajud, doa dan wirid.
Aku pasrahkan semua pada keagunganNya.
Aku yakin Dia punya rencana dan telah Dia siapkan untuk hamba hambaNya yang taat.

Walau semalaman aku tidak tidur tapi mau tidak mau aku mesti melanjutkan aktifasku karena waktu telah menunjukan jam 2.30 dini hari.
Aku harus memulai aktfitasku yang telah aku jalani selama aku berstatus jadi istri.
Sebelum aku jualan aku harus membuat sarapan untuk suami dan mertuaku.
Nyuci,menyapu dan sebagainya.
Yang jelas sebelum aku pergi semua keadaan rumah mesti dalam keadaan beres.
Semua telah siap,dan sepeda ontelkupun yang telah karatan siap aku ayun menembus dinginnya angin dipagi hari.
Tapi tiba tiba aku mendengar namaku dipanggil. Aku mencari sumber suara itu,rupanya beliau wanita yang telah melahirkan lelaki yang kini jadi suamiku memanggilku

Ada perasaan heran... Ibu mertuaku tak biasanya bangun sepagi ini.
Rupanya dia ingin makan bubur,tak biasa pula sepagi ini beliau lapar dan mau makan.

Aku tunda niatku untuk pergi berjualan dan aku memenuhi permintaan dari ibu mertuaku.

Tak butuh waktu lama aku memaksa apa yang dimintak ibu mertuaku.

Aku papah ibu mertuaku,aku pindahkan kekursi makan walau aku lirik tatapan matanya yang amat sinis menghujam ulu hatiku tapi aku coba buang rasa itu.
Sebelum aktifas itu aku lakukan aku terlebih dulu memohon maaf padanya walaupun harapan jawaban dari bibirnya tak mungkin aku dapatkan.

Aku suampin beliau,tapi belum sampai suapanku kedua kalinya masuk kemulutnya, ibu mertuaku lebih dulu menamparku
Aku kaget dengan tamparan itu,sungguh pedih. Belum sampai aku menanyakan alasan mengapa beliau menamparku,ibu mertuaku sudah mengeluarkan makian,kata kata yang amat pedih dihati.

Baru aku mengerti apa alasan sampai ibu mertuaku melakukan hal itu.
Rupanya beliau marah karena merasa bubur buatanku terlalu asin.
Padahal menurutku rasa ini amatlah tawar..
Belum lagi pembelaan dalam hatiku melawan tiba tiba mertuaku sengaja menumpahkan mangkok bubur tersebut.
Aku menjerit kesakitan karena sebagian dari bubur tersebut menumpahi pahaku.

Suamiku terbangun karena jeritanku tapi dia seakan tak peduli dengan keadaanku malah dia memakiku katanya aku tidak bejus dalam bekerja.
Suamiku tak sedikitpun melirik bahkan tak bertanya tentang apa yang terjadi dan mengapa aku sampai menjerit.
Dia tak peduli dan tak mahu tahu.

Puas memarahiku dia pergi dan melanjutkan tidur lelapnya.

Aku lihat mertuakupun memalingkan mukanya benar benar tak sudi melihatku.

Aku tahan air mata ini dan aku tetap mengukir senyum dan tak lupa pula aku memohon maaf atas kelalaianku ini.
Aku cium tangan ibu mertuaku tapi beliau mengibaskannya

Ini hanya selumit deritaku selama aku mengabdi pada suamiku. Sebenarnya masih banyak derita yang ingin aku ceritakan disini tapi sudahlah aku tidak mau membuka aib keluargaku,aib suamiku sama juga aibku sendiri.

Aku bergegas bangkit dan tak pedulikan lagi rasa sakitku.
Mungkin rasa sakit dipahaku tidaklah seberapa dibanding dengan sakit dihatiku bila mengingat cacian dan hinaan yang tiap hari jadi makananku.

Setelah semua tenang seperti pagi pagi sebelumnya aku berniat untuk segera menjalankan aktifitasku,jualan sayur keliling.
Dengan niat mencari rezeki dijalan Allah,aku awali aktitasku dengan doa.
Aku ayun sepeda ontelku menembus kabut kabut dipagi hari.

Tapi entahlah dipagi hari ini aku merasakan perasaan yang berbeda,ada yang aneh.
Apakah karena kejadian tadi pagi itu?
Ah rasanya tidak mungkin.
Lalu kenapa?
Aku merasa kehilangan sesuatu yang amat aku sayangi tapi apa dan aku tak mampu menjawabnya sendiri.

Aku hentikan ayunan ontelku.
Aku berdiri mematung ditengah jalan cukup lama.
Fikiranku tak karuan dan entah mengapa rasa gelisah dan kecemasan menguasai fikiranku.

Tanpa sengaja aku menoleh kebelakang. Aku tatap lagi jalanan sunyi yang telah aku lewati dan jalan yang setiap hari pula menjadi saksi keringat keringat menetes dari badan hina ini dan teriakan teriakan menawarkan sayur membahana memecah keheningan dan diikuti sautan dari ibu ibu dan embak embak akan akan membeli daganganku.

Aku putar ontelku untuk kembali melewati jalanan yang telah aku tempuh.
Entahlah aku ingin pulang,aku tak ingin pergi dan aku urungkan niatku berjualan.
Aku ingin sampai secepatnya sampai di istanaku,istana yang menjadi saksi laraku.

Aku ayun ontelku secepat mungkin,dan aku lafalkan zikir ditiap ayunan.
Tidak terlalu lama aku sampai dipintu kampungku.
Dan aku lihat banyak orang orang berdayun duyun menuju suatu tempat.

Aku tanyakan apa yang terjadi,dengan tergesa gesa dan tak jelas mereka mengatakan ada kebakaran yang menghanguskan suatu rumah penduduk dan menunjuk kesuatu arah.
Dan yang membuat hatiku semakin tak karuan.
Aku lihat arah yang ditunjuk dan rame orang menuju kearah sana.
Aku lihat kepulan asap menghitam membumbung tinggi.

Deg....
Jantungku berhenti berdetak,
Itu adalah arah menuju rumahku ,istanaku.
Apa yang terjadi dengan istanaku.
Aku langsung melompat dari ontelku dan berlari menerjang apa saja yang ada didepanku.
Aku tak peduli, yang ada difikiranku hanya ibu mertuaku dan suamiku.

"Astaghfirrullah alziim"

Apa yang terjadi?
Sang jago merah melalap istanaku.
Aku menangis dan meneriaki nama suami dan ibu mertuaku.
Aku berharap mereka menyaut panggilanku dan menjawabnya.
tapi hanya derak derak kayu yang dimakan api yang terdengar.

Aku semakin kalut dan bingung.
Fikiranku buntu bila tidak ada seseorang yang menghalangi dan menasehatiku saat itu mungkin aku akan nekat menerobos kobaran api untuk mencari orang orang yang aku cintai.

Saat itu aku hanya mampu bersimpuh menangis dan berdoa, berharap tidak terjadi apa apa dengan mereka.

Disaat ketakutan dan kecemasan melanda hatiku tiba tiba ada seseorang yang tak asing bagiku menelunjukan tangannya dengan kemarahan yang berkobar kobar.
Dialah kakak iparku yang bertempat tinggal dibeda kampung.

Yang tak aku mengerti dia menuduhku melakukan perbuatan pembakaran rumahku.
Dan aku ketakutan karena semua orang yang ada ditempat itu mempercayainya.
Aku membela diri tapi rasa rasanya percuma karena
Sorot sorot mata tajam menatapku menghakimiku,masuk mengoyak ngoyak hatiku yang pilu.

Dan entah suara dari siapa yang menginginkanku dibakar hidup hidup.

Aku pasrah dengan apa yang akan terjadi,dan aku pasrah dengan apa yang akan mereka lakukan padaku.
Didalam kepasrahanku Allah menunjukan keajaibannya.
Disaat penduduk desa tersulut dengan perkataan kakak ipar dan beberapa penduduk desa datanglah aparat keamaanan yang meredakan suasana.
Walau sempat terjadi argumen dan suasana memanas.


Rupanya kejadian tadi pagi itu menjadi dasar aku dijadikan tersangka dan tudingan mengarah padaku sebagai pelaku pembakaran rumah mertuaku puncak dari rasa kekecewaan dan sakit hatiku.


Astaghfirullahal 'aziim.
Tidak..!!!
Tak sedikitpun aku punya niat melawan apalagi melakuka hal sekeji ini.
Aku memang manusia biasa yang punya kelemahan,wajar bila dihatiku ada rasa kecewa atas perlakuan imamku terhadapku tapi niatku adalah mengabdi padanya dan aku anggap ini adalah ujian dari pengabdianku.


Karena tak ada dasar dan bukti yg kuat Allhamdulilah aku bebas dari tuduhan itu walau ada beberapa sorot mata yang tidak puas atas keputusan itu. apalagi kakak ipar sempat meludah dipipiku sebelum dia bergabung dengan penduduk desa untuk memadamkan kobaran api yang telah meluluh lantahkan istana kecil milik mertuaku.

Jasad mertuaku dan suamiku ditemukan dalam keadaan yang mengenaskan dan hari itu juga dimakamkan.

Yang membuat aku sedih aku tak diizinkan untuk terakhir kalinya mengantar ketempat peristirahatan terahkir orang orang yang aku cintai.
Entah siapa yang melarang?
Aku berusaha nekat tapi sia sia.

Akirnya dari kejauh sorot matakulah yang dapat menghantarkan kepergian mereka. Airmataku menetes,hatiku teriris,cita citaku yang dulu ingin mengabdi pada suamiku setelah menikah telah berahkir, karena Allah telah mengambilnya. hanya doa kupanjatkan kepadaNya semoga yang kuasa ampuni dosa dosa suami dan juga mertuaku.


Singkatnya setelah kejadian tersebut aku kembali kerumah ibuku,kekampung halamanku dan mengabdi pada ibu.
aku berusaha melupakan masa masa kelam itu dengan bekerja dan bekerja.
apapun aku kerjakan yang penting halal agar aku dapat mengikis kenangan masa laluku.


Hingga suatu hari temen bermainku waktu kecil dulu menawari aku untuk bekerja keluar negeri.
Ya sesuatu yang sebelumnya tak pernah aku impikan dan aku cita citakan.
Tapi ini adalah pilihan hidup dan aku harus memilih.
Dan aku iyakan tawaran tersebut.


Singkatnya akupun telah tinggal dipenampungan dan HK tujuan negaraku.
Negara yang tak pernah aku bayangan dan dalam fikiranku. negara HK adalah negara yang mayoritas penduduknya kafir,negara yang bebas dan tak punya malu itulah gambaranku.


Tapi tekatku telah bulat.
Dan pada tanggal 27 oktober...(maaf tidak aku sebutkan tahunnya) aku injakan kakiku pertama kalinya dihk.
Gedung gedung menjulang tinggi yang angkuh menyambut kedatanganku dan sepasang suami istri muda bermata sipit menyambutku dengan senyuman keramahan.
Oh rupanya dia majikanku.


Alhamdulillah aku mendapatkan majikan yang baik.jobku adalah menjaga anak tunggal mereka yg berumur 2 bulan dan yang lebih membuatku bersyukur mereka mengizinkan aku menjalankan sholat lima waktu dengan leluasa,mereka juga tidak keberatan aku memakai jilbab.


Hk yang dulu aku bayangan sebagai negara kafir negara bebas tidak semua prasangka itu benar.
Disini aku bisa lebih mendekatkan diri kepada yang kuasa.
Setiap minggu hari libur, aku isi dengan mengikuti majelis majelis taklim yang telah menjamur dimana mana.
Dan kepada beberapa ulama,kiayi aku belajar memperdalam agamaku

Tak terasa waktu berjalan dengan cepat.8 tahun sudah aku habiskan hidupku di hk ,bekerja untuk menghidupi anak anakku yang kini berjumlah 42 orang.
Aku rengkuh mereka dari anak telantar,yatim piatu dan anak anak tak mampu(keluarga tak punya).
Anak anak itu menyemangatku ,surga dunia bagiku dan aku menangis bahagia bila setiap waktu mereka memanggilku "Ibu,kami rindu ibu"

Ya Rabb....

(Selesai.)


Kisah ini kisah nyata.

Kita ambil hikmahnya


salam santun

Tidak ada komentar:

Posting Komentar